Rabu, Oktober 07, 2009

Penggaidaian Syariah

Gadai menurut bahasa adalah menggadaikan atau jaminan. Jaminan adalah sesuatu yang diberikan agar kreditur memperoleh kepastian pengambilan atas peminjaman yang diberikan kepada krditur. Sedangkan gadai menurut istilah adalah barang yang dijadikan penangguhan penguat kepercayaan dalam utang piutang, barang itu dapat dijual pada waktu kresitur itu tidak dapat mengganti uang yang dipinjam, hanya penjualan itu hendaklah dengan keadilan.

Gadai dalam fiqh disebut rahn, menurut bahasa adalah nama barang yang dijadikan sebagai jaminan kepercayaan. Sedangkan menurut syara’ artinya menyandera sejumlah harta yang diserahkan sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan.
Menurut Ahmad Azhar Basyir, rahn berarti tetap berlangsung dan menahan sesuatu barang sebagaimana tanggungan utang. Dalam definisinya rahn adalah barang yang digadaikan, rahin adalah orang yang menggadaikan,sedangkan murtahin adalah orang yang memberikan pinjaman.
jadi, pengertian rahn merupakan perjanjian utang piutang antara dua atau beberapa pihak mengenai persoalan benda dan menahan sesuatu barang sebagai jaminan utang yang mempunyai nilai harta menurut pandangan syara’ sebagai jaminan atau ia bisa mengambil sebagian manfaat barangnya itu.
Firnan Allah dalam surt al-Mudatsir (74):38 “ setiap diri bertanggung atas apa yang telah diperbuatnya”, dan surat al-Baqarah (2): 283 “ Hendaknya ada barang tanggungan yang dipegang”.
A. Landasan Hukum
• Al-Quran : QS. al-Baqarah (2): 283.
• Al-Hadits
Bukhari dan lainnya meriwayatkan dari Aisyah berkata, “Rasulullah pernah memberi makanan dari orang Yahudi dan beliau menggadaikan kepadanya baju besi beliau” (HR.Bukhari dan Muslim).
Dari ana ra berkata, Rasulullah saw menggadaikan baju besinya kepada seorang Yahudi di Madinah dan mengambil darinya gandum untuk keluarga beliau (HR. Bukhari, Ahmad, Nasa’i dan Ibnu Majah).
B. Ijtihad Ulama
Perjanjian gadai yang diajarkan dalam Al-Quran dan al-Hadits itu dalam pengembangan selanjutnya oleh para fuqaha dengan jalan ijtihad, dengan kesepakatan para ulama bahwa gadai diperbolehkan dan para ulama tidak pernah mempertentangkan kebolehannya demikian juga dengan landasan hukumnya. Namun demikian, perlu dilakukan pengkajian ulang lebih mendalam bagaimana seharusnya pegadaian menurut landasan hukumnya.
Asy-Syafi’i mengatakan Allah tidak menjadikan hukum kecuali dengan barang berkriteria jelas dalam serah terima. Jika kriteria tidak berbeda (dengan aslinya), maka wajib ada keputusan. Mazhab maliki berpendapat, gadai wajib dengan akad (setelah akad) orang yang menggadaikan (rahn) dipaksakan untuk menyerahkan borg (Jaminan) untuk dipegang oleh yang memegang gadaian (murtahin). Jika borg sudah berada di tangan pemegang gadaian (murtahin) orang yang menggadaikan (rahin), mempunyai hak memanfaatkan, berbeda dengan pendapat imam Asy-syafi’i yang mengatakan, hak memanfaatkan berlaku selama tidak merugikan/ membahayakan pemegang gadaian.

Rukun Gadai Syariah
Dalam menjalankan pegadaian syariah, pegadaian harus memenuhi rukun gadai syariah. Rukun gadai tersebut antara lain:
1) Ar-Rahin (yang menggadaikan)
2) Al-Murtahin (yang menerima gadai)
3) Al—Marhun/rahn (barang yang digadaikan)
4) Al-Marhun bih (utang)
5) Sighat, ijab dan Qabul
E. Syarat Gadai Syariah
1) Rahin dan Murtahin
Kemampuan, yaitu berakal sehat.
2) Sighat
a. Sighat tidak boleh dengan syarat tertentu dan juga dengan suatu waktu di masa depan.
b. Rahn mempunyai sisi pelepasan barang dan pemberian utang seperti halnya akad jual-beli. Maka tidak boleh diikat syarat tertentu atau dengan suatu waktu di masa depan.
3) Marhun bih (Utang)
a. Harus merupakan hak yang wajib diberikan/diserahkan kepada pemiliknya.
b. Memungkinkan pemanfaatan. Bila sesuatu menjadi utang tidak bisa dimanfaatkan,maka tidak sah.
c. Harus dikuntifikasi atau dapat dihitung jumlahnya. Bila tidak dapat diukur atau tidak dikualifikasi rahn itu tidak sah.
4) Marhun (Barang)
 Harus diperjualbelikan.
 Harus berupa harta yang bernilai.
 Marhun harus bisa dimanfaatkan secara syariah.
 Harus diketahui keadaan fisiknya, maka piutang tidak sah unutk digadaikan harus berupa barang yang diterima secara langsung.
 Harus dimiliki oleh rahin (peminjam atau pegadai_ setidaknya harus seizing pemiliknya.

Akad Perjanjian Gadai
1. Akad al-Qardhul Hasan yaitu akad yang dilakukan pada kasus nasabah yang menggadaikan barangnya untuk keperluan konsumtif.
2. Akad al-Mudharabah yaitu akad yang dilakukan untuk nasabah yang menggadaikan jaminannya untuk menambah modal usaha (pembiayaan investasi dan modal kerja).
3. Akad Bai’al-Muqayyadah yaitu akad yang dilakukan untuk nasabah yang menggadaikan barangnya untuk keperluan produktif.

Aspek Pendirian Pegadaian Syariah
Dalam mewujudkan sebuah pegadaian yang ideal dibutuhkan beberapa aspek pendirian. Adapun aspek-aspek pendirian pegadaian syariah tersebut antara lain:
a) Aspek legalitas
b) Aspek Permodalan
c) Aspek Sumber Daya Manusia
d) Aspek Kelembagaan
e) Aspek system dan prosedur
f) Aspek pengawasan
H. Perbedaan dan Persamaan Gadai Syariah dan Konvensional
Persamaannya, antara lain:
 Hak gadai atas pinjaman utang.
 Adanay agunan sebagai jaminan utang.
 Tidak boleh mengambil manfaat barang yang digadaikan.
 Biaya barang yang digadaikan ditanggung oleh para pemberi gadai.
 Apabila batas waktu pinjaman uang habis, barang yang digadaikan boleh dijual atau dilelang.
Perbedaanya, antara lain:
Gadai Syariah Gadai Konvensional
a. dilakukan secara suka rela atas dasar tolong menolong tanpa mencari keuntungan.
b. berlaku pada seluruh benda, baik harus yang bergerak maupun yang tidak bergerak.
c. tidak ada istilah bunga.
d. Dapat dilaksanakan tanpa melalui suatu lembaga.
a. berprinsip tolong menolong juga menarik keuntungan dengan cara menarik bunga atau sewa modal.
b. hak gadai hanya berlaku pada benda yang bergerak.
c. Terdapat istilah bunga.
d. Dilaksanakan melalui suatu lembaga yang di Indonesia disebut Perum Pegadaian.

Mekanisme Pegadaian Syariah
Adapun teknis pegadaian syariah adalah sebagai berikut :
 Nasabah menjaminkan barang kepada pegadaian syariah untuk mendapatkan pembiayaan.
 Pegadaian syariah dan nasabah menyetujui akad gadai.
 Pegadaian syariah menerima biaya gadai, seperti biaya penitipan, biaya pemeliharaan, penjagaan dan biaya penaksiran yang dibayar pada awal tarnsaksi oleh nasabah.
 Nasabah menebus barang yang digadaikan setelah jatuh tempo.

Ketentuan Pegadaian Syariah
• Bila pegadaian memanfaatkan barang gadaian
Pegadaian dilarang memanfaatkan barang gadai sekalipun di-ijinkan orang yang menggadaikan.
• Anak (hewan) gadaian dan manfaat-manfaat gadaian.
Manfaat barang gadaian (hewan) adalah milik nasabah. Anaknya termasuk dalam barang gadaian dan menjadi barang gadaian bersama asalnya, temasukdalam kategori ini adalah anak, bulu, dan susu.
• Borg atau jaminan tetap berada ditangan pegadaian sebelum orang yang menjadi nasabah membayar utang.
• Menyita barang gadaian.
Jika masa telah habis, orang menggadaikan barang berkewajiban melunasi utangnya, jikaia tidk melunasinya dan ia tidak mengijinkan barangnya dijual unutk kepentingannya, hakim berhak memaksakannya unutk melunasi atau menual barang yang dijadikan jaminan.
• Mensyaratkan untuk menjual barang gadaian pada waktu habis masanya.
Jika terdapat persyartan menjual barang gadaian pada waktu habisnya masa, maka ini dibolehkn. Adalah menjadi hak pemegang barang gadaian untuk menjual barang gadaian tersebut.
• Batalnya gadai
Jika telah kembali kepada nasabah dengan ikhtiar pegadaian maka gadai menjadi batal.

Tidak ada komentar: