Jumat, Desember 03, 2010

Penaklukan Baitul Maqdis

Penaklukkan Baitul Maqdis
A. Pertempuran di Agnadine
Pertempuran di Agnadine terjadi pada tahun 15 H / 636 M. Putra Mahkota Constantine, putera Kaisar Heraklius, masih bertahan di Bandar Caesarea, Palestina. Ia memanggil balabantuan dari pulau Cyprus dan pulau Rhodes dan semenanjung Grik bagi mempertahankantanah suci Palestina dan kota suci Jerussalem. Tatkala terberita gerakan pasukan islam dari Damaskus arah ke selatan, iapun menunjuk Panglima Artavon mengepalai seluruh kekuatan pertahanan itu, yang berkekuatan 70.000 orang.
Panglima Artavon memusatkan pertahanan pada kota benteng Agnadine yang terpandang kukuh, terletak antara kota Ramla dengan kota suci Jerussalem, pada arah utara. Oleh karena pasukan islam yang bergerak dari Damaskus itu dikabarkan cuma berjumlah kecil maka iapun menggerakkan sebagian pasukannya itu ke utara bagi mempertahankan wilayah Galilia dan wilayah Samaria.
Panglima Amru bin Ash dengan didampingi Panglima Syarhabil bin Hasanah, ditugaskan Panglima Besar Abu Ubaidah untuk membebaskan wilayah Palestina dari kekuatan Roma (Romawi).
Pasukan Panglima Amru ketika mengadakan pertempuran hanya berkekuatan 9.000 orang. Terdiri atas pasukan bekuda dan pasukan berunta dan pasukan jalan kaki. Sekalipun jumlahnya kecil akan tetapi peralatan perang yang dapat dirampas pada pertempuran di Hieromax (13 H / 634 M) dan pada penaklukan kota Damaskus (14 H / 635 M) telah memperkuat pasukan yang berjumlah kecil itu.
Dengan melintasi dataran tinggi Golan maka Panglima Amru dengan pasukannya maju memasuki wilayah Galilia. Pecah pertempuran memperebutkan kota Tiberias, kota megah di pinggir danau Tiberias itu. Selanjutnya maju merebut Kapernaum, maju ke daerah pedalaman Galilia itu merebut kota Nazareth, tempat asal bagi Nabi Isa.
Pasukan berkuda amat mengcau-balaukan pasukan Roma, karena ketahanan dan kelincahan kuda-kuda Arab itu didalam medan pertempuran amat terkenal sekali, hingga Panglima Artavon dengan pasukannya terpaksa undur dari satu tempat ke tempat lain.
Panglima Yazid bin Abi Sufyan yang telah berhasil merebut dan menguasai bandar Haifa di pesisir. Lalu maju menuju melintasi pegunungan Karmil dan menggabungkan diri dengan pasukan islam dalam wilayah Galilia itu, dan bergerak memasuki wilayah Samaria.
Musim dingin tahun 636 M telah makin mendekat, sementara kaum Muslimin belum juga dapat meluluhkan benteng Agnadine. Pasukan islam akan menderita pukulan musim dingin jikalau kota-benteng itu tidak segera direbut dan dikuasai. Hingga pada suatu hari datang perutusan dari tentara Romawi dengan membawa sepucuk surat, yang isinya itu menganjurkan Kaum Muslimin untuk pulang kembali ke Arabia karena akan sia-sia bagi mereka, dengan jumlah kekuatan begitu kecil, untuk merebut kota-benteng itu. Apalagi musim dingin akan tiba.
Panglima Amru mengirimkan perutusan balasan membawa sepucuk surat. Kepala perutusan itu ajudannya sendiri. Tetapi ia sendiri ikut dalam perutusan itu sebagai ajudan. Karena ia ingin menyaksikan sendiri perikeadaan kota-benteng itu dari sebelah dalam.
Isi dari balasan surat itu ialah (1) Mengajak tentara Romawi untuk memeluk agama islam dengan kemauan sendiri, lantas terjamin nyawa dan hak-milik penduduk seluruhnya; (2) Menyerahkan kota-benteng itu tanpa perlawanan, lantas setiap kepala berkewajiban membayar Jizyah, sedangkan nyawa dan hak-milik beroleh perlindungan; (3) Melanjutkan pertempuran, yang jikalau kalah, akan menanggung segala akibat-akibat perang.
Kepergian Panglima Amru ke dalam kota-benteng yang kukuh itu disertai matanya yang tajam memperhatikan segala sesuatunya telah memberikan guna yang besar bagi mengatur strategi penyerbuan. Ia telah menyaksikan tempat-tempat strategis dan tempat-tempat terlemah pada bagian dalam.
Selama ini penyerbuan-penyerbuan berkala dan berkelompok dengan tujuan menguasai gerbang benteng dan menyiapkan induk pasukan untuk menyerbu melalui gerbang kota itu. Tetapi selalu digagalkan oleh pihak musuh. Setelah berunding dengan para panglima pasukan lantas strategi dirubah, yakni berbentuk penyerbuan total, dilindungi oleh pasukan pemanah dan pasukan pelontar.
Regu-regu pasukan islam itu dengan menggunakan tangga dan tali memanjati dinding tembok kota benteng itu dengan gagah beraninya dan berlangsung pertempuran pada bagian atas dari kota benteng itu dari setiap penjuru. Regu-regu penerobos itu bergerak kea rah berbagai gerbang dan penurunan jembatan-jembatan gerbang dari kota-benteng itu memberikan kesempatan kepada regu-regu penerobos lainnya untuk menerobos ke dalam.
Induk pasukan Romawi itu mengalami kehancuran. Panglima Artavon dengan sisa pasukannya sempat meluputkan diri menuju Jerussalem. Kejatuhan kota-benteng Argadine itu amat menentukan nasib kekuasaan Romawi dalam wilayah Palestian.

B. Menguasai kota suci Jerussalem
Pasukan islam beristirahat beberapa waktu lamanya pada kota-benteng Argadine itu. Korban-korban yang syahid di dalam pertempuran yang sengit dan dashyat itu di kebumikan dengan kidmat. Panglima Amru bin Ash menertibkan harta rampasan perang dan membagikan dengan adil kepada setiap anggota pasukan.
Setelah kaum Muslimin berhasil menguasai benteng Argadine, penyerangan dilanjutkan kearah kota suci Jerussalem. Setelah mereka sampai di Jerussalem mereka mengepung kota itu. Pengepungan berlangsung sepanjang musim dingin. Kholif Umar dari ibu kota Madinah mengirimkan perintah kepada Panglima besar Abu Ubaidah, Panglima Kholid dan panglima Maawiyah, yang telah selesai mengamankan wilayah Syria Utara itu, supaya berangkat ke Selatan dengan sebagian pasukan bagi memperkuat pasukan Panglima Amru bin Ash.
Menjelang musim semi, sebuah perutusan keluar dari gerbang kota membawa bendera putih, menuju perkemahan pasukan islam. Perutusan itu diteroma oleh Panglima besar Abu Ubaidah. Perutusan itu membawa persyaratan-persyaratan bagi penyerahan kota suci Jerussalem itu secara damai. Pertama, ialah gencatan senjata. Kedua, kota suci Jerussalem itu cuma akan diserahkan kepada penguasa Tertinggi dari pihak islam sendiri. Ketiga, sisa pasukan Roma (Romawi) diizinkan berangkat dengan damai menuju Mesir.
Panglima besar Abu Ubaidah, setelah berunding dengan para panglima segenapnya, dapatlah menerima sekalian persyaratan itu. Sebuah perutusan dikirim ke Madinah, mengundang Amirul Mukminin Umar bin Khottob untuk menerimakan penyerahan kota suci Jerussalem.
Dengan demikian berakhirlah masa kepemimpinan pasukan Romawi di Palestina

Tidak ada komentar: